Minggu, 19 Maret 2017

Manajemen Ritel (Perkembangan Ritel di Indonesia)


“PERKEMBANGAN RITEL DI INDONESIA”

Bisnis Ritel secara umum adalah kegiatan usaha menjual aneka barang atau jasa untuk konsumsi langsung atau tidak langsung. Dalam matarantai perdagangan bisnis ritel merupakan bagian terakhir dari proses distribusi suatu barang atau jasa dan bersentuhan langsung dengan konsumen. Secara umum ritel tidak membuat barang dan tidak menjual ke pengecer lain.
Bisnis Ritel di Indonesia sebenarnya terbagi menjadi dua, yaitu Ritel Tradisional dan Ritel Modern. Namun seiring berjalannya waktu, ritel tradisional banyak ditinggalkan oleh para konsumen. Sehingga peningkatan bisnis ritel modern di Indonesia melonjak tajam. Adapun Perbedaan bisnis retail tradisional dengan retail modern adalah bisnis retail tradisional adalah bisnis yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah daerah, Swasta, Badan Usaha milik daerah termasuk kerja sama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios dan tenda yng dimiliki/dikelola oleh pedangan kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecicl dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. seperti pasar tradisional, toko kelontong dan lain-lain. sedangkan retail modern berdasarkan definisi yang tertuang dalam keputusan presiden RI No. 112/Thn. 2007.

Di Indonesia, bisnis ritel merupakan salah satu sektor yang sangat prospektif. Menurut survey Master Card, Indonesia merupakan Negara dengan pertumbuhan penjualan ritel tertinggi setelah China. Terdapat empat fungsi utama ritel masih menurut Tjiptono, yaitu:
1.Membeli dan menyimpan barang
2.Memindahkan hak milik barang tersebut kepada konsumen akhir
3.Memberikan informasi mengenai sifat dasar dan pemakaian barang tersebut
4.Memberikan kredit kepada konsumen (dalam kasus tertentu)
Jika kita menilik sejarah ritel modern di indonesia sebenarnya sudah di mulai dari tahun 1960-an. Pada saat itu sudah muncul department Store yang pertama yaitu SARINAH. Dalam kurun waktu lebih dari 15 tahun kemudian, bisnis ritel di Indonesia bisa dikatakan berkembang dalam level yang sangat rendah sekali. Hal ini bisa dikaitkan dengan kebijakan ekonomi Soeharto di awal masa pemerintahan orde baru, yang lebih banyak membangun investasi di bidang eksploitasi hasil alam (tambang & kayu), dibandingkan sektor usaha ritel barang dan jasa di masyarakat.
Awal tahun 1990-an merupakan titik awal perkembangan bisnis ritel di indonesia. Ditandai dengan mulai beroperasinya salah satu perusahaan ritel besar dari Jepang yaitu “SOGO”. Selanjutnya dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 99/1998, yang menghapuskan larangan investor dari luar untuk masuk ke dalam bisnis ritel di indonesia, perkembangannya menjadi semakin pesat.
Bisnis Ritel adalah kegiatan/usaha menjual aneka barang atau jasa untuk konsumsi langsung atau tidak langsung. Dalam matarantai perdagangan bisnis ritel merupakan bagian terakhir dari proses distribusi suatu barang atau jasa dan bersentuhan langsung dengan konsumen. Bisnis Retail sebenarnya adalah transformasi dari pasar tradisional yang di bentuk dengan skala besar dan dilengkapi dengan perkembangan teknologi serta teknik pemasaraan secara e-comerrce ini sangat berbanding terbalik dengan pasar tradisional yang dikenal kumuh dsb.Bisnis Retail itu sangat berpengaruh untuk perkembangan suatu daerah maupun nasional karena dapat dilihat dari sistemnya bisnis ini menyerap sangat banyak tenaga kerja sehingga memperkecil angka pengangguran yang ada di Indonesia. Meski tidak memungkiri bahwa bisnis ini dapat membunuh dengan mudah usaha kecil dsb.

Saat ini, muncul begitu banyak format modern ritel/market diantaranya adalah sbb:
1. Supermarket
2. Minimarket
3. Hypermarket
4. Specialty store/convinience store
5. Department Store
Strategi pengelolaan bisnis ritel modern yang kreatif dan inovatif dimulai dari para pelaku bisnis ritel, baik modern maupun tradisional, harus lebih meningkatka npromosinya. Menurut data dari Lembaga Riset Nielsen Indonesia, sepanjang semester pertama 2010, konsumen belum terlalu memprioritaskan uang belanja untuk membeli makanan, minuman, dan berbagai kebutuhan harian. Konsumen kelas menengah, justru lebih memilih belanja kendaraan atau elektronik.
Berdasarkan definisi yang tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 112/Th. 2007, 
dikatakan bahwa Format Pasar Swalayan dikategorikan sbb:
    1. Minimarket :
        – Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
        – Jumlah produk : < 5000 item
        – Luas gerai : maks. 400m2
        – Area Parkir : terbatas
        – Potensi penjualan : maks. 200 juta
  1. Supermarket:
    – Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
    – Jumlah produk : 5000-25000 item
    – Luas gerai : 400-5000m2
    – Area Parkir : sedang (memadai)
    – Potensi penjualan : 200 juta- 10 milliar
  2. Hypermarket:
    – Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, textile, fashion, furniture, dll.
    – Jumlah produk : >25000 item
    – Luas gerai : > 5000 m2
    – Area Parkir : sangat besar
    – Potensi penjualan : > 10 milliar

Dalam 6 tahun terakhir, perkembangan ketiga format modern market di atas sangatlah tinggi. konsepnya yang modern, adanya sentuhan teknologi dan mampu memenuhi perkembangan gaya hidup konsumen telah memberikan nilai lebih dibandingkan dengan market tradisional.
Selain itu atmosfer belanja yang lebih bersih dan nyaman, semakin menarik konsumen dan dapat menciptakan budaya baru dalam berbelanja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar