“PERKEMBANGAN
RITEL DI INDONESIA”
Bisnis Ritel secara umum adalah kegiatan
usaha menjual aneka barang atau jasa untuk konsumsi langsung atau tidak
langsung. Dalam matarantai perdagangan bisnis ritel merupakan bagian terakhir
dari proses distribusi suatu barang atau jasa dan bersentuhan langsung dengan
konsumen. Secara umum ritel tidak membuat barang dan tidak menjual ke pengecer
lain.
Bisnis Ritel di Indonesia sebenarnya terbagi
menjadi dua, yaitu Ritel Tradisional dan Ritel Modern. Namun seiring berjalannya
waktu, ritel tradisional banyak ditinggalkan oleh para konsumen. Sehingga
peningkatan bisnis ritel modern di Indonesia melonjak tajam. Adapun Perbedaan
bisnis retail tradisional dengan retail modern adalah bisnis retail tradisional
adalah bisnis yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah daerah,
Swasta, Badan Usaha milik daerah termasuk kerja sama dengan swasta dengan
tempat usaha berupa toko, kios dan tenda yng dimiliki/dikelola oleh pedangan
kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil,
modal kecicl dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.
seperti pasar tradisional, toko kelontong dan lain-lain. sedangkan retail
modern berdasarkan definisi yang tertuang dalam keputusan presiden RI No. 112/Thn.
2007.
Di Indonesia, bisnis ritel merupakan salah
satu sektor yang sangat prospektif. Menurut survey Master Card, Indonesia
merupakan Negara dengan pertumbuhan penjualan ritel tertinggi setelah China. Terdapat empat
fungsi utama ritel masih menurut Tjiptono, yaitu:
1.Membeli dan menyimpan barang
2.Memindahkan hak milik barang tersebut
kepada konsumen akhir
3.Memberikan informasi mengenai sifat dasar
dan pemakaian barang tersebut
4.Memberikan kredit kepada konsumen (dalam
kasus tertentu)
Jika kita menilik sejarah ritel modern di
indonesia sebenarnya sudah di mulai dari tahun 1960-an. Pada saat itu sudah
muncul department Store yang pertama yaitu SARINAH. Dalam kurun waktu lebih
dari 15 tahun kemudian, bisnis ritel di Indonesia bisa dikatakan berkembang dalam
level yang sangat rendah sekali. Hal ini bisa dikaitkan dengan kebijakan
ekonomi Soeharto di awal masa pemerintahan orde baru, yang lebih banyak
membangun investasi di bidang eksploitasi hasil alam (tambang & kayu),
dibandingkan sektor usaha ritel barang dan jasa di masyarakat.
Awal tahun 1990-an merupakan titik awal
perkembangan bisnis ritel di indonesia. Ditandai dengan mulai beroperasinya
salah satu perusahaan ritel besar dari Jepang yaitu “SOGO”. Selanjutnya dengan
dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 99/1998, yang menghapuskan larangan
investor dari luar untuk masuk ke dalam bisnis ritel di indonesia,
perkembangannya menjadi semakin pesat.
Bisnis
Ritel adalah kegiatan/usaha menjual aneka barang atau jasa untuk konsumsi
langsung atau tidak langsung. Dalam matarantai perdagangan bisnis ritel
merupakan bagian terakhir dari proses distribusi suatu barang atau jasa dan
bersentuhan langsung dengan konsumen. Bisnis Retail sebenarnya adalah
transformasi dari pasar tradisional yang di bentuk dengan skala besar dan
dilengkapi dengan perkembangan teknologi serta teknik pemasaraan secara
e-comerrce ini sangat berbanding terbalik dengan pasar tradisional yang dikenal
kumuh dsb.Bisnis Retail itu sangat berpengaruh untuk perkembangan suatu daerah
maupun nasional karena dapat dilihat dari sistemnya bisnis ini menyerap sangat
banyak tenaga kerja sehingga memperkecil angka pengangguran yang ada di
Indonesia. Meski tidak memungkiri bahwa bisnis ini dapat membunuh dengan mudah
usaha kecil dsb.
Saat
ini, muncul begitu banyak format modern ritel/market diantaranya adalah sbb:
1. Supermarket
2. Minimarket
3. Hypermarket
4. Specialty store/convinience store
5. Department Store
1. Supermarket
2. Minimarket
3. Hypermarket
4. Specialty store/convinience store
5. Department Store
Strategi pengelolaan bisnis ritel modern yang
kreatif dan inovatif dimulai dari para pelaku bisnis ritel, baik modern maupun
tradisional, harus lebih meningkatka npromosinya. Menurut data dari Lembaga
Riset Nielsen Indonesia, sepanjang semester pertama 2010, konsumen belum
terlalu memprioritaskan uang belanja untuk membeli makanan, minuman, dan berbagai
kebutuhan harian. Konsumen kelas menengah, justru lebih memilih belanja
kendaraan atau elektronik.
Berdasarkan
definisi yang tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 112/Th. 2007,
dikatakan
bahwa Format Pasar Swalayan dikategorikan sbb:
1. Minimarket :
– Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
– Jumlah produk : < 5000 item
– Luas gerai : maks. 400m2
– Area Parkir : terbatas
– Potensi penjualan : maks. 200 juta
1. Minimarket :
– Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
– Jumlah produk : < 5000 item
– Luas gerai : maks. 400m2
– Area Parkir : terbatas
– Potensi penjualan : maks. 200 juta
- Supermarket:
– Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
– Jumlah produk : 5000-25000 item
– Luas gerai : 400-5000m2
– Area Parkir : sedang (memadai)
– Potensi penjualan : 200 juta- 10 milliar - Hypermarket:
– Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, textile, fashion, furniture, dll.
– Jumlah produk : >25000 item
– Luas gerai : > 5000 m2
– Area Parkir : sangat besar
– Potensi penjualan : > 10 milliar
Dalam
6 tahun terakhir, perkembangan ketiga format modern market di atas sangatlah
tinggi. konsepnya yang modern, adanya sentuhan teknologi dan mampu memenuhi
perkembangan gaya hidup konsumen telah memberikan nilai lebih dibandingkan
dengan market tradisional.
Selain itu atmosfer belanja yang lebih bersih dan nyaman, semakin menarik konsumen dan dapat menciptakan budaya baru dalam berbelanja.
Selain itu atmosfer belanja yang lebih bersih dan nyaman, semakin menarik konsumen dan dapat menciptakan budaya baru dalam berbelanja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar